Presiden Prabowo Subianto mengumumkan rencana penghematan anggaran negara hingga Rp750 triliun melalui tiga tahap, dengan klaim dana ini akan dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan investasi strategis melalui Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Namun, kebijakan ini menuai kritik dari ekonom, anggota DPR, dan pengamat kebijakan publik yang mempertanyakan transparansi, risiko fiskal, dan dampak jangka panjangnya.
Prabowo menyatakan penghematan dilakukan dalam tiga putaran
Putaran I: Rp300 triliun dari efisiensi anggaran kementerian/lembaga (K/L) melalui Kementerian Keuangan.
Putaran II: Rp308 triliun dari pemangkasan APBN hingga ke level satuan kerja.
Putaran III: Rp300 triliun dari dividen BUMN, meski Rp100 triliun dikembalikan untuk modal kerja BUMN.
Dari total Rp750 triliun, Rp24 triliun dialokasikan untuk MBG, sementara sisanya (sekitar US$20 miliar) akan dikelola Danantara untuk investasi di sektor energi terbarukan, industri hilir, dan manufaktur maju. Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi 8% melalui proyek-proyek ini, meski struktur investasi Danantara belum dirinci secara transparan.
Kritik Terhadap Efisiensi Anggaran
Risiko Pelayanan Publik: Pemotongan anggaran operasional seperti alat tulis kantor (90%), perjalanan dinas (53,9%), dan infrastruktur (34,3%) dikhawatirkan mengurangi kualitas layanan publik, terutama di sektor kesehatan, pendidikan, dan pertanian.
Dampak Ekonomi Daerah: Pengurangan belanja seminar, pelatihan, dan kegiatan K/L berpotensi melumpuhkan UMKM yang bergantung pada proyek pemerintah, seperti percetakan, transportasi, dan hotel.
Ketidakjelasan Sumber Penghematan: Ekonom Core Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mempertanyakan sumber penghematan yang belum spesifik. Misalnya, pemotongan anggaran infrastruktur justru dapat menurunkan daya serap tenaga kerja.
Meski MBG disebut sebagai "investasi masa depan", program ini diragukan efektivitasnya:
Kebocoran dan Ketepatan Sasaran: Distribusi MBG rentan kebocoran jika tidak disertai sistem pengawasan ketat.
Ketergantungan pada Alokasi Anggaran: Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, mengingatkan bahwa penambahan alokasi MBG berisiko mengorbankan program prioritas lain, seperti subsidi energi atau BPJS Kesehatan.
Target Ambisius: Hingga Februari 2025, baru 770.000 anak yang menerima MBG, jauh dari target 6 juta pada Juli 2025.
Pertanyaan Seputar Danantara
Strategi Investasi yang Kabur: Prabowo belum merinci portofolio investasi Danantara, termasuk mekanisme pengelolaan aset senilai Rp14.724 triliun.
Ketergantungan pada Dividen BUMN: Penggunaan dividen BUMN sebesar Rp300 triliun berisiko melemahkan likuiditas BUMN, terutama jika dana tersebut harus dikembalikan untuk modal kerja.
Politik Sentralisasi: Pengamat Celios, Nailul Huda, mengkritik intervensi pusat dalam pengelolaan anggaran daerah, yang bertentangan dengan prinsip otonomi daerah.
Respons DPR dan Ancaman Resesi
Peringatan DPR: Anggota Komisi IV DPR, Saadiah Uluputty, menegaskan efisiensi tidak boleh mengorbankan sektor strategis seperti pertanian dan kelautan, yang menjadi penopang 40% masyarakat Indonesia.
Risiko Makroekonomi: Peneliti Next Policy, Shofie Azzahrah, memprediksi pemangkasan besar-besaran berpotensi menurunkan konsumsi rumah tangga, melemahkan pertumbuhan ekonomi, dan memicu PHK di sektor pariwisata.
Author: Sebastian